Selasa, 08 September 2009

DI KEDALAMAN MALAM (Dirilis di Sampit, Akhir Februari 2001)

Apriel, kepergianku dulu sudah menyiratkan duka yang memanjang. Kerelaan tiada jua hadir di hatiku meski kupaksakan juga untuk ikhlas dan menerima kodrat-takdir. Dan setelah waktu membuat jarak makin panjang, hanya kedukaan semata yang ada di sela-sela igaku. Tangan-tangan basah memegangi badanku untuk menuju ke arahmu. Aku kehilangan alasan-alasan untuk menujumu. Aku bukan pemilik ragaku sekarang. Aku hanya saksi sejarah.Apriel, dalam masa puluhan hari aku bersamamu hanya kesenangan dan kepuasan yang kita nikmati. Namun sejak tinta pertama tertumpahkan, maka waktu dan jarak semakin kalut saling menabrak menghasilkan panorama keresahan dan perasaan tak menentu. Setiap hari kucari alasan-alasan untuk hadir di tengah kerumunan pandanganmu namun kurasa berjuta memegangi kakiku. Lalu manakala malam menghadirkan selubung kesunyian di angkasa, kucari-cari mimpi-mimpi untuk sekedar memperkuat alasanku untuk bisa tenang. Namun semakin waktu berlalu semakin kurasakan pembagi mimpi itu pergi dengan wajah pucat. Hanya hantu-hantu yang tersenyum ke arahku. Membagi-bagikan taringnya pada anak-anak malam.Apriel, aku melihat busana-busana indah tapi tak kutemukan engkau diantara mereka yang memakainya. Aku juga melihat kain butut menyelimuti kulit yang lapuk namun tak ada bibirmu di antara bibir-bibir mereka yang basah oleh do’a-do’a.Aku sendiri malu mendapati diriku yang tersusun dari kecemasan, trauma dan kerinduan yang merajalela. Aku malu pada Tuhan. Malu pada manusia dan malu pada engkau. Hal-hal besar menyusun pertimbangan-pertimbanganku yang terbatas dan sempit. Aku dimatamu mungkin kehilangan kepedulian. Aku mungkin kau anggap lupa dan egois. Tapi bila kau ikuti arus angin memasuki tempat-tempat dipikiranku maka akan kau dapati kesimpang-siuran. Keberanianku dijarah oleh pengalaman pahit selama pertempuran dan keterbatasan-keterbatasan. Kesialan selalu membuntuti dan siap menyergap.Apriel, bungkamlah mulutmu sekarang lalu berenanglah kedalam aroma kerinduan yang memenuhi udara malam ini. Hantu-hantu tak akan memasuki pintu gerbang ilusi ini. Dengarkanlah desir air mengalir dari teras-teras langit gelap. Mabukkan dirimu dalam cinta yang belum berbalas. Teguklah kelenaan manakala sepi sudah mengunyah semua yang bernama semangat. Bunuhi benci dan lantunkan lagu-lagu cinta diantara tarianmu. Petiklah dawai-dawai gitar dan kecapi yang dulu kuberikan lalu minumlah cawan yang terhidang dengan puas. Biarkan darahmu meluap-luap terbakar rindu yang panas.Apriel, aku hanya memejamkan mataku ketika kubutuh engkau. Lalu kita pun hadir diantara kerumunan air hujan seperti waktu 7 bulan silam.Apriel, dekap aku dalam rengkuhan yang kuat lalu biarkan kumakan mautmu dan mautku. Biarkan kuturuti ilusi menari dalam mimpi-mimpi buat menemukan kembali mentari dalam hatiku. Membujuk fazar untuk membawa kembali harapan-harapan dari bilik-bilik api yang selama ini berkarat oleh darah dan ketakutan.Apriel, tangkaplah gaungku di segenap angkasa dan pandangilah bulan yang meniupkan dingin, lalu nikmati aku dalam jarak pandang terdekat. Apriel….biarkan kudekap damai yang kau pegang.*Lalu langitpun terdiam dan malaikat tundukkan kepala melihat seorang lelaki tersungkur dalam kerinduan yang panjang dan tak pasti.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

mantap...sip...